Saturday 10 March 2012

Jika Allah Yang Memulihkan

JIKA ALLAH YANG MEMULIHKAN

Bahasa Allah…

Banyak diantara kita yang mengira bahwa iman, taqwa, ihsan, ikhlas, sabar, bahagia, khusyuk, dan beberapa terminologi lainnya dalam agama islam, seperti zuhud, ikhbat, wara’, raja’, istiqamah, tawakkal, ridha, syukur, tawadhu’, azam, mahabbah, musyahadah, mukasyafah, musyahadah, hayat, ma’rifat, fana, wujud, dan lain-lain sebagainya adalah ilmu yang boleh dipelajari melalui buku-buku maupun melalui ceramah-ceramah agama. Makanya umat islam seperti berusaha untuk membeli beralmari buku, dan menghadiri berbagai pengajian serta ceramah seperti tak henti-hentinya. Kelihatan bahawa kita umat islam ini sibuk dan ramai mencari sesuatu yang belum bertemu. Entah apa yang kita cari.

Padahal sebenarnya banyak sekali termenologi dalam agama islam ini yang berkenaan dengan keadaan atau suasana didalam diri kita sendiri. Yaitu keadaan atau suasana jiwa kita, keadaan dada kita, keadaan hati kita sebelum, sedang, dan sesudah kita melakukan sebuah aktiviti agama (syariat). Tidakkah aktiviti shalat itu mudah sekali untuk kita lakukan?. Puasa dan dzakatpun sangat mudah kita laksanakan. Sama juga dengan menunaikan ibadah haji. Apalagi kalau hanya sekedar menyebut nama Allah dan kalimat-kalimat thayyibah (baik) lainnya. Sama mudahnya.

Tetapi masakan agama islam itu hanya sekadar itu saja. Mungkinkah dulu Rasulullah telah berhasil mengislamkan dan mengimankan bangsa Arab jahiliyah saat itu, kalau kualiti beragama yang Beliau sampaikan hanya seperti yang kita sampaikan dan lakukan masa ini?. Bukankah dengan cara-cara seperti yang kita lakukan sekarang ini malah membuat umat islam ini berpecah-belah dan menjadi tidak ada hala tuju? Padahal dulu Beliau berhasil merubah sebuah kaum, bangsa, dari bangsa yang berada dalam masa kegelapan yang amat sangat menjadi umat yang terbaik yang pernah hidup dimuka bumi ini.

Saat itu ditengah-tengah panas terik cahaya matahari gurun yang memanggang kulit, bangsa arab malah seperti hidup dalam keadaan gelap gulita yang terus menerus. Cahaya matahari itu seperti tidak berhasil menembus hati mereka, sehingga hati mereka tetap gelap gulita.

Tapi cukup dengan hanya sebuah peristiwa, yaitu peristiwa di Gua Hira’, maka penduduk Mekkah seperti mulai mendapatkan sinar matahari yang menerangi jalan-jalan yang akan mereka lalui. Ada cahaya yang menerangi batin mereka. Sehingga dengan pasti merekapun seperti menjalani sebuah destinasi mereka untuk menjadi umat yang terbaik.

Ketika di Gua Hira’ tersebut, Beliau dipinpin oleh Malaikat Jibril untuk membaca “sesuatu”: “Iqraa ya Muhammad…, bacalah ya Muhammad…!”. Beliau menjawab: “Ma ana bi qari…, saya tidak boleh baca…, apa yang harus saya baca…, saya tidak mengerti?. Berkali-kali Beliau disuruh membaca oleh Jibril, dan berkali-kali pula Beliau hanya menjawab bahwa Beliau tidak tahu apa yang akan dibaca. Sebab didepan Beliau hanya ada keadaan yang gelap gulita dengan sedikit cahaya dari kerlipan bintang dilangit.

Iqraa’ bismirabbik…, bacalah dengan nama Tuhanmu…!. Bacalah…
Lalu Beliaupun memanggil nama Allah…!.

Ya Allah…,
Ya Allah…, lalu dengan seketika itu juga terbentuklah sebuah TALI hubungan batin yang sangat rahasia antara Beliau dan Allah. Batin Beliau seperti dibuka oleh Allah untuk menerima seuntai TALI yang dijulurkan oleh Allah sendiri. Nantinya tali itu akan berfungsi sebagai sarana bagi kedua batin itu untuk saling membawa dan mengantarkan informasi.

Karena Beliau memang seorang manusia yang agung, diri yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menyampaikan ayat-ayat Allah kepada seluruh umat manusia, maka Allah sendiri pulalah yang membuat tali penghubung antara batin Beliau dengan Allah itu. Akibatnya, melalui tali itulah Beliaupun dengan cepat menerima berbagai informasi yang memang seharusnya diketahui oleh seluruh umat manusia.

Melalui tali antara dua batin itu, maka kemudian mengalirlah sebentuk getaran atau daya yang tidak terbaca oleh hati yang gelap. Daya yang tak terbaca oleh Iblis. Daya atau getaran itu hanya akan terbaca oleh hati yang bening seperti hati yang dimiliki oleh Beliau. Proses mengalirnya informasi dan kefahaman dari Allah kedalam dada Beliau inilah yang disebut juga sebagai Wahyu, atau Ilham.

Semasa getaran itu turun, tubuh Beliaupun bergetar hebat. Tapi bergetarnya tubuh Beliau itu hanya sebagai pertanda awal saja bahwa, setelah itu, sebuah informasi penting siap untuk diturunkan Allah melalui Tali penghubung antara kedua batin yang saling mencintai itu tadi.

Lalu beberapa saat kemudian, sejemput Daya getaean yang sangat lembut yang membawa kefahaman, yang membawa kemengertian, yang membawa pengetahuan, yang membawa keadaan saat awal penciptaan awal manusia di dalam rahim ibupun turun memasuki dada Beliau. Malaikat Jibrilpun hanya tinggal menuntun Beliau untuk membahasakan Wahyu Pertama itu kedalam bahwa Arab. Bahasa kaum Beliau dimana Beliau akan memulai tugas Beliau sebagai Rasulullah. Beliau dituntun untuk membahasakan wahyu pertama itu menjadi beberapa ayat didalam surat Al ‘Alaq.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS Al ‘Alaq 1-5)

Begitulah, salah satu diantara beberapa cara, turunnya setiap Pengajaran dan Perintah dari Allah kepada Beliau untuk dipakai oleh seluruh umat manusia untuk menyelesaikan urusan-urusan mereka, atau segala informasi yang akan berguna untuk kebaikan hidup seluruh kaum

Dengan turunnya Wahyu Pertama ini, maka metod pengajaran Allah kepada Beliau kembali mengikuti cara-cara seperti yang pernah dialami oleh Nabi-Nabi dan Rasul-rasul sebelum Beliau. Dan dengan metod seperti ini pulalah kelak Allah akan mengajari seluruh umat manusia setelah Beliau wafat. Yaitu melalui bahasa ilham. Bahasa wahyu yang langsung diturunkan Allah kedalam dada setiap umat manusia.

Atau, bahasa Allah itu boleh pula terlebih dahulu diawali dengan sebuah tabir (tanda) yang diperlihatkan oleh Allah, dimana dengan tabir itu sebenarnya Allah sedang menyampaikan sebuah informasi yang baik ataupun yang buruk kepada umat manusia. Atau, boleh pula Allah mengutus seseorang yang sebelumnya telah diberi pengertian dan pemahaman terlebih dahulu melalui wahyu atau ilham seperti diatas untuk kemudian dia tinggal hanya menyampaikannya kepada orang-orang yang sama-sama mahu belajar dan memahami tentang hal yang sebenarnya.

Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (As Syuura 51).

Dengan cara seperti inilah Allah akan mengajarkan umat manusia yang bersedia untuk diajari Allah tentang keadaan yang sebenarnya dari: iman, taqwa, ihsan, ikhlas, sabar, bahagia, khusyuk, dan beberapa terminologi lainnya dalam agama islam, seperti zuhud, ikhbat, wara’, raja’, istiqamah, tawakkal, ridha, syukur, tawadhu’, azam, cinta, mahabbah, musyahadah, mukasyafah, musyahadah, hayat, ma’rifat, fana, wujud, dan lain-lain sebagainya.

Yaitu melalui tali yang menghubungkan dua batin. Melalui tali itulah Allah menurunkan getaran pengajaran-Nya kepada orang-orang yang bersedia untuk menyediakan batinnya untuk dihubungkan dengan batin Allah.

Tapi, percaya atau tidak, Allah tidak akan mengalirkan informasi itu kalau kita tidak punya urusan dengan Allah, dan Allah tidak punya urusan pula dengan kita. Allah hanya akan menurunkan ilham tentang serba serbi ketaqwaan itu hanya bagi orang-orang yang bersedia untuk menjadi penyampai ayat dan pengajaran Allah kepada orang lain disekitarnya. Walau itu hanya sekedar satu atau dua ayat sekalipun, itu tidak jadi masalah. Sebab Allah, dengan segala keagungan-Nya, selalu mencari dan mencari orang-orang yang mahu dan bersedia dipakai oleh Allah sebagai alat-Nya untuk menyampaikan pengajaran-Nya dan untuk menjadi agen bagi kemaslahatan umat manusia. Siapapun yang bersedia, pasti akan dibantu dan dibela oleh Allah. Pasti.

Kalau kita selaku datang kepada Allah, walau dengan dzikir dan wiridan yang sebanyak apapun, Allah tidak akan menurunkan pengajaran-Nya kecuali untuk apa-apa yang kita kehendaki ketika kita datang menghadap kepada-Nya. Walau dengan zikir atau wiridan itu kita boleh menangis dan tubuh kita bergetar, Allah tetap hanya akan memberikan apa-apa yang kita minta didalam doa kita itu sekedar apa yang Dia izinkan. Allah hanya akan memberikan respon-Nya sekadar atas apa-apa yang kita niatkan.

Kalau kita menghadap Allah dengan membawa keinginan hawa nafsu kita, maka Allah tidak akan memberi yang lain kecuali apa-apa yang berguna untuk pemenuhan hawa nafsu kita itu. Dan nanti kita akan semakin diperbudakan oleh keinginan berikutnya dari hawa nafsu kita itu yang seperti tidak habis–habis. Dalam istilah agama islam keadaan seperti ini disebut sebagai ISTIDRAJ. Keadaan dimana kita seperti sedang dihulur oleh Allah dengan cara kita boleh mendapatkan apapun yang kita inginkan. Boleh? Ya boleh Karana Allah sendiri menyatakan bahwa Dia itu berkenan bersifat dan berbuat seperti apa yang kita fikirkan

Sebenarnya tugas kita ini mudah saja. Yaitu untuk mengamati batin kita. Kita sedang menghubungkan batin kita dengan siapa ataupun dengan apa. Kalau batin kita sedang terhubung dengan benda, maka pastilah pembicaraan kita akan selalu tentang benda itu. Kalau batin kita sedang terhubung dengan sebuah konsep atau persepsi, maka seluruh pembicaraan dan tingkah laku kita pastilah akan berkenaan dengan konsep dan persepsi itu. Kalau batin kita sedang menghubungan batin kita dengan batin guru kita sekalipun, maka pembicaraan kita pastilah akan lebih sering untuk mengagungkan guru kita itu. Kalau batin kita sedang kita hubungkan dengan sebuah kitab atau buku, maka seluruh pembicaraan kita pastilah akan berkenaan dengan kehebatan kitab atau buku itu.

Lalu hubungan batin kita dengan batin Allah kita jadikan hubungan yang keberapa?. Bukankah Allah tidak berkenan untuk dinombordoakan? Apalagi untuk dinomborsekiankan. / disyirikkan. Akibatnya, karena ketiadaan Tali yang menghubungan batin kita dengan Allah, maka segera saja batin kita akan terhubung dengan apa-apa yang selain Allah. Dan kitapun akan menjadi budak dari apa-apa yang selain Allah itu.

Tahu atau tidak, bahwa akibat yang paling menyiksa sebenarnya adalah ketika kita tidak dapat lagi memahami jawapan Allah terhadap apa-apa yang kita lakukan atau kita sampaikan kepada Allah. Saat kita shalat, shalat kita hambar dan kosong. Saat kita berdo’a, kita tidak boleh lagi faham tentang apa jawapan Allah atas do’a-do’a kita itu. Saat kita berucap rabbighfirli, warhamni, wajburni, warfa’ni, wardzuqni, wahdini, wa’afini, wa’fuanni, kita tidak faham apa jawapan Allah kepada kita.

Bahkan kita juga tidak faham apakah do’a kita itu adalah do’a karena keinginan hawa nafsu kita, atau apakah do’a itu karena Allah memang telah BERKENAN atau MENGIZINKAN kita untuk segera berdo’a.

Bismilllahi Allahu akbar…

Salamun qaulan minRABBI rahim…

No comments:

Post a Comment