Saturday 10 March 2012

Pemulihan Rohani

Pemulihan Ruhani

Banyak orang yang bertanya-tanya atau ingin tahu, tentang sebenarnya apa kah yang diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw ketika Beliau mengenalkan Islam kepada para sahabat Beliau. Sehingga begitu Beliau
menyampaikan Risalah Islam, seakan-akan para sahabat utama seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, istri Beliau Khadijah, seketika itu juga langsung beriman kepada Rasulullah setelah mereka bertemu dengan Rasulullah.

Sebenarnya tidak ada yang aneh yang Beliau lakukan kalau ditinjau dari sudut
ilmu komunikasi, psikologi, para psikologi, dan ilmu-ilmu lain yang sangat banyak berkembang dizaman sekarang ini. Pada dasarnya Beliau hanya melakukan pemulihan ulang (memulihkan kembali) ruhani para sahabat itu agar mereka boleh
kembali berada dalam suasana semula jadi. Para sahabat itu boleh kembali
merasakan suasana azali. Sehingga akhirnya mereka merasa tidak punya alasan lagi untuk menolak kerasulan Muhammad Saw. Ada buktinya…, ada proses berubahnya, ada proses menjadinya.

Risalah Islam itu pada hakekatnya hanyalah ingin memulihkan kembali suasana hati, suasana jiwa, suasana batin, suasana ruhani umat manusia, sehingga kegembiraan syurgawi yang dulu pernah dirasakan oleh Adam dan Hawa mampu kita pulih ulang dan kita rasakan kembali disaat sekarang ini.

Saat ini, jauh diruang batin terdalam kita, yang menurut istilah ilmu zaman
sekarang disebut sebagai alam bawah sadar, sebenarnya sudah tertanam dua macam memori yang saling bersilih ganti. Yaitu memori tentang nikmatnya kehidupan di alam syurgawi, disatu sisi, dan memori tentang kepedihan panjang Adam dan Hawa ketika suasasa alam syurgawi itu lenyap tak berbekas dari kehidupan mereka, disisi lainnya.

Dengan sebuah proses panjang yang sangat rumit dan cerdas, yang sekarang dikenal orang sebagai proses herediti, proses genetik, suasana ruang batin itu seperti diturunkan dari Adam dan Hawa sampai kepada kita saat ini, dan juga kepada anak cucu kita kelak. Sehingga kita sekarang tidak pernah belajar sedikitpun untuk boleh merasakan tentang bagaimana rasanya bahagia, senang, tenang, sukacita, rindu yang merupakan beberapa contoh dari memori kehidupan syurgawi. Dan kita juga tidak pernah belajar sedikitpun untuk merasakan rasa sedih, takut, marah, benci, iri, dan kepedihan yang merupakan beberapa contoh dari suasana diluar alam syurgawi (alam neraka).

Tiba-tiba saja, berbarengan dengan sebuah peristiwa, ada rasa sukacita yang menyeruak kedalam dada kita. Tempo-tempo dada kita seperti digandoli oleh rasa pedih yang amat sangat akibat dari sebuah kejadian yang menimpa kita.Tidak ada
sekolahnya untuk kita boleh merasakan sukacita atau untuk boleh merasakan
kepedihan itu. Sebab sukacita dan kepedihan itu sudah ada didalam memori batin kita terdalam. Derr…, tiba-tiba kita dialiri rasa sukacita. Wuuss…, tiba tiba kita dilanda kepedihan. Semuanya itu muncul kembali kepermukaan rasa kita dengan
sangat mudahnya.

Rasulullah hanya mengajak para sahabat itu untuk singgah diruangan batin Beliau yang ternyata telah dipulihkan oleh Allah di Gua Hira. Beliau boleh kembali merasakan suasana kehidupan syurgawi yang alangkah menakjubkan. Lalu beliau berkata: "Singgahlah wahai Abu Bakar, singgahlah wahai sahabatku, ada syurga ni. Diluar itu tidak enak, diluar itu neraka namanya".

Untuk itu, Rasulullah hanya mengenalkan kembali kepada Abu Bakar tentang Ada SATU DZAT YANG MAHA MELIPUTI SEGALA SESUATU. DZAT YANG MAHA DEKAT. Dzat Yang
Maha Memulihkan, Maha Memperbaiki, Maha Mengajari, Maha Merespon, Maha Menjawab, Maha Memberi Petunjuk. Maha Memaafkan, Maha Mengasihi, Maha Menyayangi…, Maha
Segalanya…!. Setelah itu Beliau hanya mengajarkan Abu Bakar cara untuk berpegang teguh dan menggantungkan batinnya kepada Dzat itu dengan TALI yang kokoh.
Wa'tashimu billah…., wa'tashimu biHABlillah…!. Dan sebagai hasilnya, Abu
Bakarpun seketika boleh merasakan dan mengalami kembali suasana syurgawi seperti yang dirasakan oleh Rasulullah.

Begitu Rasulullah memberi petunjuk, dan Abu Bakar BERSEDIA menghubungkan batinnya dengan Allah, maka seketika itu pula seuntai Tali, Hab, diulurkan oleh Allah kedalam dada Abu Bakar. Lalu melalui tali itu turunlah sebentuk getaran iman yang sangat berbeda dengan "geraran-getaran kasar" lainnya. Daya IMAN itu
tidak sama dengan daya-daya atau getaran-getaran yang berhubungan dengan dunia fisika mulai dari fisika klasik sampai ke fisika quantum, atau dunia metafisika sekalipun. Berbeda sekali. Bedanya seperti perbedaan antara siang dan malam.

Getaran iman itu adalah sebentuk Sirr ul Asrar. Petunjuk rahasia antara dua
batin yang saling mencintai. Petunjuk yang tak terdengar dan tak terbaca oleh orang lain, oleh jin dan oleh syaitan sekalipun. Petunjuk dimana yang memberi petunjuk ingin memperlihatkan kepada kekasihnya sesuatu yang terdalam dan
rahasia secara bolak balik dan berulangkali…!. Allahu Akbar…

Allah menantang kita semua dengan sebuah pertanyaan yang sangat sederhana:
"Apakah sama dada orang beriman dengan dada orang yang mengikuti hawa nafsunya?". Tentu yang bisa menjawabnya adalah kita dengan berbagai pengalaman kita masing-masing.

Dengan cara seperti itu, Dada Abu Bakar seperti DIRESTORASI (DIPULIHKAN) menjadi seperti sediakala. Dada Abu Bakar kembali boleh menangkap suasana dan keadaan
"semula jadi" (azali) saat mana Allah pernah bercakap-cakap dengan Beliau di
alam ruh:

"Alastu birabbikum??, Bukankah Aku Tuhan mu ya Abu Bakar?", Dan saat itu setiap Ruh, semua Ruh, akan menjawab: "Bala Syahidna…, Benar Ya Allah, hamba bersaksi
bahwa Padukalah Tuhan Hamba…".

Keadaan dan suasana semula jadi itulah yang tertangkap kembali oleh batin Abu Bakar. Dan seketika itu juga Abu Bakarpun dengan lancar boleh mengulang kembali kesaksian Beliau dihadap Allah itu. Dengan penuh takjub Abu Bakarpun segera bersyahadat kembali: "Asyhadu an laa ilaaha ilallaah…!.

Abu Bakar menjadi sangat yakin dan beriman pula, bahwa Muhammad ini pastilah seorang yang dipakai oleh Allah sebagai alat-Nya untuk menyampaikan risalah tentang ada Allah Yang Maha Memulihkan Lalu terloncatlah dari bibir Abu Bakar
ungkapan "Sadaqta ya Muhammad, Benar engkau Ya Muhammad. Wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, dan aku bersaksi pula bahwa benar engkau adalah seorang
utusan Allah". Sejak itu Abu Bakarpun dikenal orang sebagai As Siddiq, seorang yang selalu membenarkan Rasulullah.

Begitulah cara Rasulullah menyampaikan Risalah Islam kepada penduduk Mekkah dan Medinah. Sehingga dalam kurun waktu 20 tahun kerasulan Beliau, puluhan ribu
orang telah dipulihkan kembali suasana atau keadaan ruang dadanya oleh Allah
menjadi seperti sediakala. Suasana alam kesaksian (Musyahadah). Suasana
Syurgawi. Suasana alam Ruh.

Setelah itu, hasil yang mencengangkanpun muncul. Penduduk Mekkah dan Medinah berbondong-bondong datang kepada Rasulullah untuk menyatakan kesedian mereka
menjadi Abdullah, menjadi hamba yang menyediakan diri mereka (tubuhnya,
pikirannya, dan hatinya) dipakai oleh Allah sebagai Allat-Nya untuk menyampaikan serta mengalirkan rahmat dan berkah dari Allah untuk semesta alam, bagi seluruh umat manusia.

Ada mereka-mereka yang menyediakan dirinya dipakai oleh Allah untuk membuka berbagai rahasia ilmu Allah dialam semesta ini. Merekapun menjadi Abdul `Alim.
Berbagai ilmu pengetahuanpun memancar deras keluar dari otak mereka. Diantaranya ada Al Kindi, Ibnu Rusydi, Ibnu Sina, Al Farabi, Al Biruni, Jabir Ibn Hayyan, Al Khawarizmi, Al Mas'udi, Ibnu Batuta, Ibnu Maskawih, Ibnu Haitham, Ibnu Tufail, Ibnu Bajjah, Ar Razi, dan sebagainya.

Ada pula orang-orang yang menyediakan dirinya untuk dipakai oleh Allah sebagai alat-Nya untuk memelihara syariat islam, al qur'an dan al hadist. Misalnya ada Abu Hasan Al Asy'ari, Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam
Bukhari dan Muslim, Imam Ghazali, Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyyah, dan lain-lain.

Banyak pula orang yang bersedia untuk memanfaatkan harta dan kekuasaannya untuk membantu fakir miskin, anak yatim, dan untuk orang-orang yang memerlukan
pertolongan. Para dermawan itu bermunculan sebagai perwujudan nyata dari seorang Abdur Razaq, seorang hamba Allah yang bersedia dirinya dipakai oleh Allah untuk memberi rejeki kepada orang-orang yang Allah hendak beri rejeki.

Antara sesama manusia terjalin pula hubungan persaudaraan yang kental dengan rasa tolong menolong dan saling menghargai. Apalagi penghargaan seorang anak terhadap orang tuanya. Karena mereka tahu bahwa ridha Allah adalah buah manis dari ridho
orang tua, terutama ridho ibu, kepada anaknya.

Semua aktiviti mereka itu tak lain dan tak bukan adalah bentuk nyata dari pengamalan agama dalam keseharian manusia seperti yang seharusnya. Amal shaleh saja sebenarnya. Tapi, walaupun biasa, mereka sangat bergairah untuk
berlomba-lomba memberikan yang terbaik dalam beramal shaleh itu.

Jika Allah memulihkan diri orang-orang yang bersedia untuk dipulihkan oleh
Allah, maka hasilnya adalah munculnya umat yang terbaik yang mewarnai peradaban zamannya. Makanya zaman itu, sekitar tahun 750-1250 M, dikenal orang sebagai
zaman keemasan peradaban Islam. Zaman dimana ilmu dan peradaban modern berhasil digali oleh orang-orang yang menyediakan tubuhnya, otaknya, an hatinya dipakai Allah untuk membukakan berbagai HIJAB (tabir) Allah.

Itu semua boleh terjadi karena mereka punya hubungan batin dengan Allah. Ada tali Allah, hablillah, yang menghubungkan batin mereka, dada mereka, ruh mereka dengan Allah. Sehingga Allah pun berkenan menurunkan ilham dan wahyu-Nya kepada mereka tentang berbagai rahasia kehidupan. " `Allamal insana ma lam ya'lam.
Allahlah yang mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahui mereka". Sementara di Eropa sendiri saat itu masih berada dalam zaman kegelapan.

Namun, ditengah gemerlapan ilmu dan peradaban itu, mulai pula muncul keadaan dimana ruhani umat islam mulai terputus dari Allah. Tali batin mereka mulai terikat dengan berbagai kebendaan, dengan berbagai buku, dengan berbagai kelompok, dengan berbagai golongan. Saat itu banyak orang yang sudah tidak punya lagi tali yang menghubungkan batin mereka dengan Allah. Tidak ada lagi hubungan rahasia antara dua batin yang saling mencintai. Sehingga dengan ketiadaan tali itu, terputus pulalah turunnya pengajaran-pengajaran langsung dari Allah dalam bentuk ilham atau wahyu.

Umat islam tidak boleh lagi membaca bahasa Allah yang ada di seekor lebah, di tiupan angin, di dalam cahaya matahari, di kilatan petir, di getaran alam, di sejuta tabir-Nya. Sebagai gantinya, umat islam mulai sibuk dan asyik saling membahas kitab-kitab yang ditulis oleh para pendahulu mereka, yang menuliskan kitab itu berdasarkan pengalaman mereka dalam menjalankan syariat agama. Karena
yang dibahas adalah kitab, maka terjadilah perang pikiran, perang kata-kata, dan perang senjata kebenaran antara sesama umat islam sendiri. Masing-masing ingin mempertahankan kebenaran sebuah buku sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.

Peranan Allah sebagai Rabbi, sebagai Murabbi, juga telah diambil alih oleh umat manusia. Ada pengkultusan umat kepada para guru dan mursyid. Ada pengagungan berlebihan oleh sebagian orang, kepada sesama manusia, termasuk kepada Rasulullah dan Ahlul Bait sekalipun. Ada binding (kemelekatan) pikiran dan hati
sebagian besar umat islam terhadap konsep-konsep dan persepsi-persepsi yang sudah mengarah kepada pertentangan hebat antara golongan-golongan. Semuanya itu nyaris berfungsi seperti berhala yang telah memutus tali hubungan batin manusia
dengan Allah.

Sejak itu, sebuah prinsip yang sangat penting dicabut oleh Allah dari kesadaran sebagian besar umat islam. Yaitu kenyataan bahwa Allah Maha Meliputi Segala Sesuatu, bahwa Allah senantiasa Maha Sibuk Setiap Saat.

Ya…, prinsip-prinsip super penting ini dicabut oleh Allah dari pemahaman umat islam, walau saat itu banyak orang yang hafal dan tahu tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan prinsip itu. Sehingga jadilah umat islam hanya boleh memahami bahwa saat ini Allah sedang duduk jauh di Arsy sana, dilangit ketujuh yang entah dimana. Sedang untuk mengurus alam semesta ini, Allah telah mendelegasikannya
kepada para malaikat-Nya.

Umat islam juga digiring untuk mempercayai bahwa Allah sudah tidak pernah lagi menurunkan ilham dan wahyu semenjak wafatnya Rasulullah. Untuk menyelesaikan berbagai masalah hidup, umat islam juga diarahkan untuk cukup tinggal membaca dan melihatnya didalam al qur'an, al hadist, dan kitab-kitab ulama yang ada saja. Jadilah ketika menghadapi berbagai masalah, mereka terjauhkan dari Allah.

Padahal kalau kita lihat ayat-ayat Al qur'an dan Al Hadist itu, begitu kita
punya masalah, kita disuruh Allah untuk datang menghadap Allah dan minta pertolongan kepada Allah. Tapi ketika kita ingin minta tolong kepada Allah, kita dibuat tidak percaya lagi kalau cara Allah mengajari kita ini adalah melalui bahasa ilham atau wahyu. Sementara itu, kita sendiri tidak pernah tahu lagi dengan bahasa ilham dan bahasa wahyu itu. Bagimana cara menangkap bahasa ilham itu, bagaiman bentuknya. Kan semua jadinya seperti MBULAT begitu. Tidak jelas hujung pangkalnya. Akhirnya kita hanya boleh duduk termangu merenungi
ketidakmampuan kita. Kalaupun kita berjalan, pundak kita seperti digayuti oleh beban dihati hati kita yang seberat gunung. Penat, lelah, dan putus asa.

Akibatnya…, selama ratusan tahun yang lalu bahkan nyaris sampai sekarang ini umat islam seperti terkucil dari peradaban dunia. Sebenarnya ruang batin kita semua sedang dilanda oleh berbagai kepedihan, dan itu kan seperti kepedihan hidup di dalam neraka saja sebenarnya…

Lalu masihkah kita tidak bersedia untuk singgah diruang batin kita sendiri,
dimana Allah berkenan untuk dengan mudah memulihkannya menjadi ruang batin seperti yang dimiliki oleh Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali?. Seperti juga ruang batin para Waliyullah, misalnya Al Ghazali, Ibnu Qayyum, Ibnu Athailah, dan sebagainya?.
Entahlah…,

Fabiayyiaala irabbikuma tikazzibaan…


Wallahu a'lam





No comments:

Post a Comment